Rabu, 26 Mei 2010

IKHLAS DENGAN KETENTUAN-NYA

Ada seorang hamba Allah, beliau rajin sholat malam dan bermunajat, berkhalwat dengan Al-Kholiq. Setiap malam dari kedua matanya yang memerah karena menangis, mengalir air yang membasahi janggutnya, beliau berbisik-bisik lirih memohon beberapa permintaan dan pengharapan. Dari waktu ke waktu, tahun ke tahun, hingga putih rambutnya tak kunjung jua permintaan beliau dikabulkan oleh Allah.

Permintaannya (diantaranya) adalah agar segera diangkat kemiskinan yang menjadi selimut kehidupannya selama ini, keluarganya sering sakit-sakitan, setiap hari iakeluar untuk berusaha memperoleh rizki Allah tapi tidak tampaklah dilapangkan rizqi itu untuknya.

Padahal dahulu, KETIKA IA MASIH BEKERJA MENJADI PETUGAS BEA CUKAI, UANG DAN KESENANGAN ADALAH KAWAN AKRAB. Hingga suatu saat ia mendengarkan ceramah yang menjelaskan bahwa penyelewengan yang sering ia lakukan selama ini adalah Haram dan tidak membawa keberkahan, kelak penyelewengan ini akan berhadapan dengan hukum Allah yang tidak bisa dibantah lagi di akhirat. Bergetar hatinya, maka masuklah hidayah Allah atasnya.

Sejak itu tidak pernah lagi ia melakukan perbuatan tersebut, semakin rajin ia melakukan sholatul Lail mengadukan nasibnya hanya kepada Allah, agar diberikan harta yang halal dan rizqi yang lapang dalam menjalani hidup ini.

Namun berangsur-angsur seakan terkena kualat (karena meninggalkan perbuatan haram itu), PENGHASILANNYA SEMAKIN MENURUN, BELIAU SEKELUARGA SERING SAKIT DAN MENJADIKAN BADANNYA YANG SEHAT MENJADI KURUS. ANAK SATU-SATUNYA MENINGGAL SETELAH MENJALANI PERAWATAN SELAMA BEBERAPA MINGGU DIRUMAH SAKIT.

Sampai saat itu ia masih bersabar, tak pernah terucap dari mulutnya kata-kata keluhan dan makian atas apa yang menimpa hidupnya. Malahan menjadikannya semakin sering dan khusyu ia mendekatkan diri kepada Allah. Dan malang yang tidak kunjung padam terhadapnya, korupsi yang dahulu ia lakukan bertahun silam terungkap, maka ia dan beberapa orang rekannya terkena pemecatan dengan tidak hormat.

Subhanallah, semakin berat rasanya hidup ini baginya. Tambah satu kalimat panjang di malam harinya ia mengadu kehadapan Rabbnya, menangis dan perih rasa batinnya.


Setiap dalam sedihnya ia berdoa, selalu ada bisikan lirih di hatinya, "Apa yang engkau harapkan itu dekat sekali, bila engkau bertaqwa!". Setiap mendengar bisikan itu, timbul semangatnya. Kini setelah ia dipecat, ia berdagang. Baginya dagang yang tidak pernah untung, hutang yang semakin bertumpuk, musibah yang seakan tidak berujung .. ahhhhh...

Setelah puluhan tahun kedepan sejak ia dekat dengan Allah setiap malamnya,tidak juga merobah hidupnya.

Sejak puluhan tahun ia mendengar bisikan diatas, tidak juga tampak yang dijanjikanNya. Mulailah timbul pemikiran yang tidak baik dari Syaithon. Hingga beliau berkesimpulan, tampaknya Allah tidak ridho terhadap doanya selama ini.

Maka pada malam harinya, ia berdoa kepada Allah :

"WAHAI ALLAH YANG MENCIPTAKAN MALAM DAN SIANG, YANG DENGAN MUDAH MENCIPTAKAN DIRIMU YANG SEMPURNA INI. KARENA ENGKAU TIDAK MENGABULKAN PERMINTAANKU HINGGA SAAT INI, MULAI BESOK AKU TIDAK AKAN MEMINTA DAN SHOLAT LAGI KEPADAMU, AKU AKAN LEBIH RAJIN BERUSAHA AGAR TIDAKLAH HARUS BERALASAN BAHWA SEMUA TERGANTUNG DARIMU. MAAFKAN AKU SELAMA INI, AMPUNI AKU SELAMA INI MENGANGGAP BAHWA DIRIKU SUDAH DEKAT DENGANMU !"

Beliau tutup doa dengan perasaan berat yang semakin dalam dari awal ia berniat seperti itu ('mengkhatamkan' ibadah sholat lailnya). Beliau berbaring dengan pemikiran menerawang hingga ia tak mengetahui kapan ia tertidur.

Dalam tidurnya, ia bermimpi, mimpi yang membuatnya semakin merasa bersalah. Seakan ia melihat suatu padang luas bermandikan cahaya yang menakjubkan, dan puluhan ribu, atau mungkin jutaan makhluq cahaya duduk diatas betisnya sendiri dengan kepala tertunduk takut. Ketika beliau mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat kepada siapa mereka bersimpuh, tidak mampu... kepalanya dan matanya tidak mampu memandang dengan menengadah.

Beliau hanya dapat melihat para makhluq yang duduk dihadapan Sesuatu Yang Maha Dahsyat.
Terdengar olehnya suara pertanyaan, "BAGAIMANA HAMBAKU SI FULAN, HAI MALAIKATKU ?" nama yang tidak dikenalnya.

Seorang berdiri dengan tubuh gemetar karena takut, dan bersuara dengan lirih, "Subhanaka yaa Maalikul Quddus, Engkau lebih tahu keadaan hambaMu itu.

Dia mengatakan demikian : "Wahai Allah yang menciptakan malam dan siang, yang dengan mudah menciptakan dirimu yang sempurna ini. Karena Engkau tidak mengabulkan permintaanku hingga saat ini, mulai besok aku tidak akan meminta dan sholat lagi kepadaMu, aku akan lebih rajin berusaha agar tidaklah terus beralasan bahwa semua tergantung dariMu. Maafkan aku selama ini, ampuni aku selama ini menganggap bahwa diriku sudah dekat denganMu !"

Ampuni dia yaa Al 'Aziiz, yaa Al Ghofuurur Rohiim!"

Tersentak beliau, itu. ... kata-kataku semalam ... celaka, pikirnya. Kemudian terdengar suara lagi:

"Sayang sekali, padahal Aku sangat menyukainya, sangat mencintainya, dan Aku paling suka melihat wajahnya yang terpendam menangis, bersimpuh dengan menengadahkan tangannya yang gemetar kepadaKu, dengan bisikan-bisikan permohonannya kepadaKu, dengan pemintaan-permintaannya kepadaKu, sehingga tak ingin cepat-cepat Kukabulkan apa yang hendak Aku berikan kepadanya agar lebih lama dan sering Aku memandang wajahnya, Aku percepat cintaKu padanya dengan Aku bersihkan ia dari daging-daging haram badannya dengan sakit yang ringan.
Aku sangat menyukai keikhlasan hatinya disaat Aku ambil putranya, disaat Kuberi ia cobaan tak pernah Ku dengar keluhan kesal dan menyesal di mulutnya.

Aku rindu kepadanya... rindukah ia kepadaKu, hai malaikat-malaikatKu ?"

Suasana hening, tak ada jawaban. Menyesallah beliau atas pernyataannya semalam, ingin ia berteriak untuk menjawab dan minta ampun tapi suara tak terdengar, bising dalam hatinya karenanya. "Ini aku Yaa Robbi, ini aku. Ampuni aku yaa Robbi, maafkan kata-kataku !" semakin takut rasanya ketika tidak tampak mereka mendengar, mengalirlah air matanya terasa hangat di pipinya.

Astaghfirullah !! Terbangun ia, mimpii...

Segeralah ia berwudhu, dan kembali bersujud dengan bertambah khusyu', kembali ia sholat dengan bertambah panjang dari biasanya, kembali ia bermunajat dan berbisik-bisik dengan Al-Kholiq dan berjanji tak akan lagi ia ulangi sikapnya malam tadi selama-lamanya.

"...Yaa Allah, Yaa Robbi jangan engkau ungkit-ungkit kebodohanku yang lalu, ini aku hambaMu yang tidak pintar berkata manis, datang dengan berlumuran dosa dan segunung masalah dan harapan, apapun dariMu asal Engkau tidak membenciku aku rela...Yaa Allah, aku rindu padaMu..._"

Semoga menambah keimanan dan ketekunan kita dalam mengerjakan sholat lail...amiin.

Pencerita :Seto Roseno Sumber: Gang Al-Maghfiroh - Condet Balekambang, Jakarta Timur.

Wassalam .....

(http://www.mail-archive.com/bonsi97@yahoogroups.com)

Selasa, 04 Mei 2010

SEBINGKAI KACA ANGKUH

Semua pasti tahu kaca spion. Dia minta untuk selalu dilihat, diperhatikan, selalu dan selalu. Boleh jadi ia memiliki sifat angkuh. Sebab keberadaannya memang dihajatkan manusia, minimal oleh bapak sopir dan pengendara motor yang baik. Namun begitu tanpa dia, arus transportasi tetap berjalan dengan baik, aman, tertib dan tentunya lancar juga. Mungkin andaikata dia punya mulut, tidak mustahil dia akan over acting mempertontonkan kebolehannya berdiplomasi di seminar-seminar atau forum-forum resmi hanya sekedar unjuk gigi mencanangkan sejilid konsep ideal yang (mungkin menurutnya) proporsional sambil berucap “inilah aku!”. Dia sesumbar untuk eksistensi dirinya. Dia hidup karena kehidupan, bukan hidup untuk kehidupan.

Beda halnya dengan selempir pentil (jangan salah sebut hehehehe). Dia rendah hati, jujur dan lugu. Open management dan rela ditempatkan di tempat yang paling tak sedap sekalipun. Tahu sendri kan…? di dalam ban. Bayangkan saja, di dalam ban!.

Memang tak terlalu berharga bila ditukarkan dengan mata uang anak bangsa, paling-paling harganya tidak lebih dari Rp. 100. Tapi tanpa dia…? Bisa-bisa program Reformasi menjadi diam seribu bahasa. Begitu besar jasa, pengorbanan juga peranannya bagi kehidupan manusia, meski tak pernah minta perhatian, penilalian maupun imbalan. Apalagi sampai mengundang wartawan yang notabene “kewareken gosip” buat mengabadikan wajahnya di koran-koran atau mengumandangkan namanya di televisi-televisi nasional dan dunia. Dia berkiprah dalam diam dan diam untuk berkiprah. Dia hidup untuk kehidupan, bukan hidup karena kehidupan.
Sementara itu motto hidup “Bi Madza Ta’mal?” (dengan apa kamu bekerja), masih dapat diterima masyarakat. Sebab Ijazah (walau kadang palsu) masih dapat dipercaya, titel dan identitas formal lain masih merupakan barang antik dan harus dielu-elukan. Namun untuk masa selanjutnya, jika republik ini telah berkembang dewasa, ternyata motto tersebut akan menjadi bangkai. Lantas muncul motto baru yang lebih canggih, luwes, lugas serta intensitas relevansinya lebih akurat; “Madza Taqdiru An Ta’mala?” (apa yang dapat kamu kerjakan).
Disana, setiap individu mutlak dituntut agar konsekwen dengan amalnya dan bukan asal cuap doang. Nilai kepribadian dan kemandirian akan menjelma menjadi kriteria paling utama, terutama para ulama’ dan tokoh masyarakat. Cara berpikir kaca spion akan tercampak dan unggullah manusia pentil dengan mentalnya yang teguh dan tegar. (http://muhammadnajib.wordpress.com)

Lencana Facebook

Motifasi

Sesuatu yang indah adalah ketika kita bisa memberi manfaat kepada orang lain....