Selasa, 25 Agustus 2009

Lapar, Kekang Kendali Hati

Hati adalah tempat bersemayamnya kebaikan dan kejahatan. Dia adalah penguasa anggota tubuh dan pembawa diri, kemanapun kita akan melangkah, bagai nakhoda kapal yang menentukan arah kemana kapal akan melaju. Di hati, ada suatu kekuatan berlawanan yang saling tarik manarik dan saling menjatuhkan, yang masing-masing dari keduanya ingin mendominasi diri kita. Kedua kekuatan itu adalah kekuatan Ilahi dan kekuatan Syaitan dimana kita sendirilah yang menentukan pada kekuatan manakah hati kita akan dibuka.

Allah menganugerahi dalam diri manusia syahwat (suatu keinginan dan kecenderungan) untuk menjadi salah satu acuan dalam hidupnya dan menempatkannya dalam hati. Berbeda dengan malaikat yang tidak memiliki syahwat, manusia dituntut untuk menjaga syahwatmya agar tetap pada posisi yang sesuai dan tidak condong pada kekuatan syaitan. Demikian pula Allah telah memberikan akal dan pengetahuan pada manusia agar bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Kemudian Allah juga telah menurunkan wahyu-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia menuju jalan yang benar. Telah dijelaskan pula nilai-nilai kebenaran atas nilai-nilai kebatilan, kemudian Allah memberikan kesempatan pada manusia untuk memilih.

Al Quran Surat Al Baqarah ayat 256
"Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat, karena itu barangsiapa yang ingkar kepada syaitan dan beriman kepada Allah, maka sesunggguhnya dia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. " (QS Al Baqarah : 256)

Namun mengapa manusia masih salah memilih jalan padahal Allah telah memberikan petunjuk kebenaran-Nya dan memberikan akal kemampuan untuk membedakan kebaikan atas keburukan?

Dalam jiwa (nafs) terdapat hawa panas yang selalu menawarkan kesenangan, keindahan dan kelezatan, tawaran ini merupakan hembusan godaan syaitan. Manakala syahwat manusia dalam hati menyambut hangat tawaran tersebut maka jiwa pun akan tunduk kepadanya dan secara otomatis anggota tubuh pun akan patuh mengikuti tawaran tersebut. Inilah hawa nafsu. Apabila ia telah menguasai hati keinginan-keinginan batil akan sulit untuk dihilangkan karena sang manusia telah memilih untuk memenangkan kekuatan syaitan atas kekuatan Ilahi.

Mungkin sebagian dari kita tidak banyak yang mengetahui darimanakah hawa nafsu itu berawal, sesungguhnya ia berawal dari "perut", Nabi SAW bersabda: "Orang mukmin makan dalam satu perut, sedangkan orang munafik makan dalam tujuh perut" (HR Muttafaq 'Alaih), yang artinya syahwat (keinginan nafsu) orang munafik itu tujuh kali lipat dari syahwat orang mukmin.

Umar bin Khattab ra mengatakan: "hendaklan kalian waspada pada perut yang penuh makanan kerena sesungguhnya perut adalah hal yang memberatkan di dalam kehidupan ini dan merupakan kebusukan setengah mati." Abdullah Al Qusyairi, seorang sufi mengatakan: "hikmah dan ilmu telah diletakkan dalam rasa lapar, sementara maksiat dan kebodohan telah diletakkan dalam kekenyangan", dalam sebuah atsar (perkataan sahabat dan tabi'in) disebutkan "perangilah hawa nafsu kalian dengan lapar dan dahaga sebab yang demikian itu terdapat balasan pahalanya".

Yang dimaksud dengan lapar dan dahaga disini adalah bukan samata-mata lapar dan dahaga saja, melainkan lapar dan dahaga dengan diiringi keteguhan iman. Betapa banyak orang yang lapar tetapi karena tidak diiringi iman di dalam hatinya, maka rasa lapar ini dimanfaatkan oleh syaitan untuk menggoda manusia, untuk berbuat kebatilan. Rasa lapar tanpa diiringi keteguhan iman adalah kosong belaka. Sebab, iman adalan pengendali hati dan lapar adalah penguat kendali hati. Lapar adalah suatu media yang digunakan Rasulullah dan para sahabat untuk memdidik hati agar tunduk pada perintah-Nya dan tidak tunduk pada perintah hawa nafsu.

Diantara manfaat lapar yaitu, menjernihkan hati, menyalakan kebijakan dan menajamkan penglihatan hati, seperti yang dikatakan Abu Yazid Al Busthomi, seorang sufi "lapar adalah awan maka apabila seorang hamba lapar, keluarlah hujan hikmah dari hatinya". Kemudian diantara manfaat lapar yang paling utama yaitu mematahkan keinginan nafsu terhadap semua bentuk maksiat dan menguasai nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan. Aisyah ra mengatakan, "bid'ah yang pertama kali terjadi sepeninggal Rasulullah adalah kenyang, sesungguhnya manusia ketika kenyang perutnya akan menjadi liarlah nafsunya dalam menghadapi dunia ini".

Jika nafsu sudah terkekang dan keinginan-keinginan nafsu untuk hidup berlebihan dengan menumpuk-numpuk harta sudah sirna, orang tidak lagi berusaha mencari mata pencaharian haram dan berbuat kemaksiatan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Hal ini akan melahirkan kesederhanaan dalam hidup dan memungkinkan seseorang untuk mengutamakan orang lain dan bersedekah dengan makanan yang lebih kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Disamping itu, manfaat dari nafsu yang terkekang yaitu terkendalinya syahwat yang selalu condong pada kesenangan yang berlebihan dan kemaksiatan.

Melihat betapa besar manfaat lapar sebagai penguat kendali hati untuk tidak jatuh pada kubangan hitam kemaksiatan dan sebagai pembuka pintu ketajaman hati, maka marikah kita jadikan bulan suci Ramadhan kali ini sebagai waktu yang tepat untuk melatih diri (mujahadah nafs) mengasah sumber hikmah (hati) yang tersembunyi dalam diri kita dengan lapar dan dahaga. Agar selalu diingat, bahwa menahan lapar dan dahaga saja tanpa diiringi dengan ibadah dah dzikrullah tidak akan mempunyai nilai dan kekuatan dalam mengubah diri dan mensucikan hati. Karena puasa tanpa latihan jiwa hanyalah aktifitas kosong dan tidak bermakna. Maka marilah kita resapi bersama-sama makna puasa ini agar kita senantiasa dapat merasakan hikmah dan manfaatnya bagi diri kita khususnya dan bagi sosial umumnya. Wabillahi Taufiq wal Hidayah.

Imas Akmaliah

Jumat, 22 Mei 2009

Lalat dan Lebah

Siapa yang tidak kenal dengan makhluk yang bernama lalat. Ya, serangga bertubuh hijau dan bermata bulat yang selalu dituduh sebagai pembawa penyakit diare ini, semua orang pasti mengenalnya. Karena memang habitat lalat tidak jauh dari tempat tinggal manusia. Kita bisa menemui lalat di berbagai tempat di sekitar kita. Lalat selalu suka hinggap pada tempat-tempat kotor, seperti sampah, kotoran binatang maupun kotoran manusia yang tidak berada pada tempat semestinya. Makanan dan buah-buahan yang telah membusuk maupun benda-benda kotor lain sering kali menjadi tempat tinggal yang nyaman baginya. Dimanapun lalat hinggap, di tempat itu pula dia menebarkan kotoran yang dia bawa dari tempat lain yang menyebabkan tempat itu menjadi kotor atau membusuk bila dibiarkan terlalu lama lalat mampir di tempat tersebut.

Tapi sekotor apapun lalat, dia punya harga diri. Dia punya manfaat. Disebutkan dalam hadits Nabi, bahwa lalat membawa racun yang menjadi biang diare pada sayap bagian kiri dan membawakan penawarnya pula pada sayap bagian kanan.

Lain halnya dengan tawon atau lebah. Semua pasti tahu, bahwa lebah adalah jenis serangga yang baik dan ramah lingkungan. Makanannya adalah sari pati bunga atau nektar yang kemudian diolah oleh kelompoknya menjadi royal jelly dan madu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Madu yang dihasilkan lebah bisa dijadikan obat dan penawar dari berbagai jenis racun. Bahkan hadits Nabi Muhammad SAW menyebutkan, madu adalah rajanya obat.

Tawon tidak pernah meresahkan masyarakat. Keberadaannya dijaga dan dipelihara manusia. Dimanapun tawon singgah di situ pula dia menanam kebaikan. Dia tidak pernah meninggalkan kotoran dan penyakit pada tempat persinggahannya. Tapi jangan coba untuk mengganggunya kalau tidak ingin mendapatkan amarah dari sang lebah yang menyebabkannya mengeluarkan senjata andalan. Ya, senjata kecil nan mungil namun tajam dan mampu melumpuhkan siapa saja yang mengganggunya.

Ibarat manusia ada yang jahat juga ada yang baik. Manusia jahat laksana lalat yang selalu bikin onar dan keributan. Keberadaannya tak pernah membuat ketentraman pada sesamanya. Dimana dia singgah, di situ dia tinggalkan noda, dia tanamkan fitnah dan sedikit manfaat yang bisa dipetik darinya.

Manusia yang baik, beriman dan bertakwa diibaratkan sebagai seekor lebah. Insan yang beriman dan bertakwa tidak akan mau makan makanan haram. Dia berusaha menjaga dirinya dari makanan yang bisa menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam neraka. Jangankan yang haram, yang mubah-boleh dimakan-pun dia masih berhati-hati dalam mengonsumsinya.

Dimanapun dia tinggal, ketentraman selalu dia jaga. Tidak akan ada keonaran yang tercipta dari dirinya, bahkan dari tangan dan lisannya tercipta manfaat-manfaat bagi masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu wahai kawan! Ambillah teladan yang telah dicontohkan kawanan lebah yang selalu rukun terhadap sesama dan selalu bermanfaat bagi lainnya. Dan janganlah kau jadikan dirimu seperti lalat-lalat hijau yang selalu menebarkan fitnah di mana-mana.






Sebaik-baik manusia adalah dia yang paling bermanfaat bagi sesama.

Rabu, 13 Mei 2009

Tuhan Itu Tidak Ada!!!

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya.

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya Tuhan itu ada”. “Kenapa kamu berkata begitu ?” timpal si konsumen. “Begini, coba Anda perhatikan di depan sana , di jalanan… untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit?, Adakah anak terlantar? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar (mlungker-mlungker- istilah jawa-nya), kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata, “Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR.”

Si tukang cukur tidak terima,” Kamu kok bisa bilang begitu ?”. “Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!”

“Tidak!” elak si konsumen. “Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana”, si konsumen menambahkan.

“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!”, sanggah si tukang cukur. ” Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya”, jawab si tukang cukur membela diri.

“Cocok!” kata si konsumen menyetujui. “Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA ! Tapi apa yang terjadi… orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”

Si tukang cukur terbengong !!!

Selasa, 28 April 2009

4 Lilin

Harapanlah yang membuat orang untuk lebih baik lagi, dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Jadi jangan padamkan semangat dan harapanmu untuk hidup yang lebih baik

Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka

Yang pertama berkata: “Aku adalah keindahan.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”

Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Kasih Sayang.

“Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku,untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: "Aku adalah Cinta" “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya. “Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…

Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata: Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

Akulah "H A R A P A N"

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N. yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Keindahan, Kasih Sayang dan Cinta dengan HARAPAN-Nya…

Minggu, 26 April 2009

Keluarga Semut

Huh ... lelahnya aku seharian menyelesaikan pekerjaan kantor yang tak habis-habisnya. Kurebahkan tubuhku di lantai depan televisi, sementara kubiarkan TV menyala untuk tetap menjaga agar aku tidak terlelap. Suhu yang sedikit panas memaksaku membuka kemeja dan membiarkan kulitku bersentuhan dengan sejuknya lantai. "aaauww ... brengsek!" gumamku Segera kutepis sesuatu yang menggigit lenganku hingga ia terjatuh di lantai, ternyata seekor semut hitam.
"Kurang ajar! Apa ia tidak mengerti kepalaku begitu penat dan tubuhku ini seperti mau hancur? Apa ia juga tidak tahu kalau aku sedang beristirahat?" pikirku seraya kembali merebahkan tubuhku. Tapi, belum sampai seluruh tubuh ini jatuh menempel lantai, "addduuhhh!" Lagi-lagi semut kecil itu menggigitku. Kali ini punggungku yang digigitnya dan gigitannya pun lebih sakit.
"heeeh, berani sekali makhluk kecil ini," gerutuku kesal. Ingin rasanya kulayangkan tapak tangan ini untuk membuatnya mati tak berkutik 'mejret' di lantai. Namun sebelum tanganku melayang, ia justru sudah mengacung-acungkan kepalan tangannya seperti menantangku bertinju. Kuturunkan kembali tanganku yang sudah berancang-ancang dengan jurus 'tepokan maut', kuurungkan niatku untuk menghajarnya karena kulihat mulutnya yang komat-kamit seolah mengatakan sesuatu kepadaku. Awalnya aku tidak mengerti apa yang diucapkannya, tapi lama kelamaan aku seperti memahami apa yang diucapkannya.
"Hey makhluk besar, anda menghalangi jalan saya! Apa anda tidak lihat saya sedang membawa makanan ini untuk keluarga saya di rumah ..." Rupanya ia begitu marah karena aku menghambat perjalanannya, lebih-lebih sewaktu punggungku menindihnya sehingga ia harus terpaksa menggigitku. Akhirnya kupersilahkan ia melanjutkan perjalanannya setelah sebelumnya aku meminta maaf kepadanya.
Susah payah ia membawa sisa-sisa roti bekas sarapanku pagi tadi yang belum sempat kubersihkan dari meja makan. Kadang oleng ke kanan kadang ke kiri, sesekali ia berhenti meletakkan barang bawaannya sekedar mengumpulkan tenaganya sembari membasuh peluhnya yang mulai membasahi tubuh hitamnya.
Kuikuti terus kemana ia pergi. Ingin tahu aku di pojok mana ia tinggal dari bagian rumahku ini. Ingin kutawarkan bantuan untuk membantunya membawakan makanan itu ke rumahnya, tapi aku yakin ia pasti menolaknya. Berhentilah ia di sebuah sudut di samping lemari es sebelah dapur.
Di depan sebuah lubang kecil yang menganga, ia letakkan bawaannya itu dan kulihat seolah ia sedang memanggil-manggil semut-semut di dalam lubang itu. Satu, dua, tiga .... empat dan .... lima semut-semut yang tubuhnya lebih kecil dari semut yang membawa makanan itu berlarian keluar rumah menyambut dengan sukaria makanan yang dibawa semut pertama itu. Dan, eh ... satu lagi semut yang besarnya sama dengan pembawa roti keluar dari lubang. Dengan senyumnya yang manis ia mendekati si pembawa roti, menciumnya, memeluknya dan membasuh keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh semut pembawa makanan itu.
Hmmm ... menurutku, si pembawa roti itu adalah kepala keluarga dari semut-semut yang berada di dalam lubang tersebut. Kelima semut-semut yang lebih kecil adalah anak-anaknya sementara satu semut lagi adalah istri si pembawa roti, itu terlihat dari perutnya yang agak buncit. "Mungkin ia sedang mengandung anak ke enamnya" pikirku. Semut suami yang sabar, ikhlas berjuang, gigih mencari nafkah dan penuh kasih sayang.
Semut istri tawadhu' dan qonaah menerima apa adanya dengan penuh senyum setiap rizki yang dibawa oleh sang suami, juga ibu yang selalu memberikan pengertian dan mengajarkan anak-anak mereka dalam mensyukuri nikmat Tuhannya. Dan, anak-anak semut itu, subhanallah ... mereka begitu pandai berterima kasih dan menghargai pemberian ayah mereka meski sedikit.
Sungguh suami yang dibanggakan, sungguh istri yang membanggakan dan sungguh anak-anak yang membuat ayah ibunya bangga. Astaghfirullah ..., tiba-tiba tubuhku menggigil, lemas seperti tiada daya dan brukkk .... aku tersungkur.
Kuciumi jalan-jalan yang pernah dilalui semut-semut itu hingga menetes beberapa titik air mataku. Teringat semua di mataku ribuan wajah semut-semut yang pernah aku hajar 'mejret' hingga mati berkalang lantai ketika mereka mencuri makananku. Padahal, mereka hanya mengambil sisa-sisa makanan, padahal yang mereka ambil juga merupakan hak mereka atas rizki yang aku terima.
Air mataku makin deras mengalir membasahi pipi, semakin terbayang tangisan-tangisan anak-anak dan istri semut-semut itu yang tengah menanti ayah dan suami mereka, namun yang mereka dapatkan bukan makanan melainkan justru seonggok jenazah.
Ya, Allah ... keluarga semut itu telah mengajarkan kepadaku tentang perjuangan hidup, tentang kesabaran, tentang harga diri yang harus dipertahankan ketika terusik, tentang bagaimana mencintai keluarga dan dicintai mereka. Mereka ajari aku caranya mensyukuri nikmat Tuhan, tentang bagaimana perlunya ikhlas, sabar, tawadhu' dan qonaah dalam hidup.
Hari-hari selanjutnya, ketika hendak merebahkan tubuh di lantai di bagian manapun rumahku aku selalu memperhatikan apakah aku menghambat dan menghalangi langkah atau jalan makhluk lainnya untuk mendapatkan rizki.
Ingin rasanya aku hantarkan sepotong makanan setiap tiga kali sehari ke lubang-lubang tempat tinggal semut-semut itu. Tapi kupikir, lebih baik aku memberinya jalan atau bahkan mempermudahnya agar ia dapat memperoleh dengan keringatnya sendiri rizki tersebut, karena itu jauh lebih baik bagi mereka. Wallahu a'lam bishshowab (Bayu Gautama - Eramuslim.com)

Rabu, 22 April 2009

Lepaskan Kepalanmu

Di suatu hutan hiduplah sekelompok monyet. Pada suatu hari, tatkala mereka tengah bermain, tampak oleh mereka sebuah toples kaca berleher panjang dan sempit yang bagian bawahnya tertanam di tanah. Di dasar toples itu ada kacang yang sudah dibubuhi dengan aroma yang disukai monyet. Rupanya toples itu adalah perangkap yang ditaruh di sana oleh seorang pemburu.

Salah seekor monyet muda mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam toples untuk mengambil kacang-kacang tersebut. Akan tetapi tangannya yang terkepal menggenggam kacang tidak dapat dikeluarkan dari sana karena kepalan tangannya lebih besar daripada ukuran leher toples itu. Monyet ini meronta-ronta untuk mengeluarkan tangannya itu, namun tetap saja gagal.

Seekor monyet tua menasihati monyet muda itu, "Lepaskanlah kepalanmu atas kacang-kacang itu! Engkau akan bebas dengan mudah!"

Namun monyet muda itu tidak mengindahkan anjuran tersebut, tetap saja ia bersikeras menggenggam kacang itu. Beberapa saat kemudian, sang pemburu datang dari kejauhan. Sang monyet tua kembali meneriakkan nasihatnya, "Lepaskanlah kepalanmu sekarang juga agar engkau bebas!"

Monyet muda itu ketakutan, namun tetap saja ia bersikeras untuk mengambil kacang itu. Akhirnya, ia tertangkap oleh sang pemburu.

Demikianlah, kadang kita juga sering mencengkeram dan tidak rela melepaskan hal-hal yang sepatutnya kita lepaskan: kemarahan, kebencian, iri hati, ketamakan, dan sebagainya. Apabila kita tetap tak bersedia melepas, tatkala kematian datang "menangkap" kita, semuanya akan terlambat sudah. Bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lampau, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah dunia akan menjadi lebih indah jika kita bisa melepaskan "kepalan" kita dan membagi kebahagiaan dengan orang lain?

Senin, 20 April 2009

Karakter Kita dan Monyet

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para profesor , ada 2 ekor monyet yang dimasukkan ke dalam satu ruangan kosong secara bersama-sama. Kita sebut saja monyet tersebut Monyet A dan B. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah tiang, dan diatas tiang tersebut nampak beberapa pisang yang sudah matang. Apa yang akan dilakukan oleh 2 monyet tersebut menurut Anda?Setelah membiasakan diri dengan keadaan lingkungan di dalam ruangan tersebut, mereka mulai mencoba meraih pisang-pisang tersebut.

Monyet A yangmula-mula mencoba mendaki tiang. Begitu monyet A berada di tengah tiang, sang profesor menyemprotkan air kepadanya, sehingga terpeleset dan jatuh. Monyet A mencoba lagi, dan disemprot, jatuh lagi, demikian berkali-kali sampai akhirnya monyet A menyerah. Giliran berikutnya monyet B yang mencoba, mengalami kejadian serupa, dan akhirnya menyerah pula.Berikutnya ke dalam ruangan dimasukkan monyet C.

Yang menarik adalah, para profesor tidak akan lagi menyemprot para monyet jika mereka naik. Begitu si monyet C mulai menyentuh tiang, dia langsung ditarik oleh monyet A dan B. Mereka berusaha mencegah, agar monyet C tidak mengalami `kesialan' seperti mereka. Karena dicegah terus dan diberi nasehat tentang bahayanya bila mencoba memanjat keatas, monyet C akhirnya takut juga dan tidak pernah memanjat lagi.Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh para profesor adalah mengeluarkan monyet A dan B, serta memasukkan monyet D dan E.

Sama seperti monyet-monyet sebelumnya, monyet D dan E juga tertarik dengan pisang di atas tiang dan mencoba memanjatnya. Monyet C secara spontan langsung mencegah keduanya agar tidak naik. "Hai, mengapa kami tidak boleh naik ?" protes keduanya"."Ada teman-teman yang memberitahu saya, bahwa naik ke atas itu berbahaya. Saya juga tidak tahu, ada apa di atas, tapi lebih baik cari aman saja, jangan ke atas deh," jelas monyet C.Monyet D percaya dan tidak berani naik, tapi tidak demikian dengan monyet E yang memang bandel.

"Saya ingin tahu, bahaya seperti apa sih, yang ada di atas? Dan kalau ada bahaya, masak iya saya tidak bisa menghindarinya?" tegas monyet E. Walaupun sudah dicegah oleh monyet C dan D, monyet E nekad naik. Dan karena memang sudah tidak disemprot lagi, monyet E bisa meraih pisang yang d iinginkannya.Manakah diantara karakter diatas yang menggambarkan tingkah laku Anda saat ini?Karakter A dan B adalah orang yang pernah melakukan sesuatu, dan gagal.

Karena itu mereka kapok, tidak akan mengulanginya lagi, dan berusaha mengajarkan ke orang lain tentang kegagalan tersebut. Mereka tidak ingin orang lain juga gagal seperti mereka. Karakter C dan D, adalah orang yang menerima petunjuk dari orang lain, hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan, dan mereka mematuhinya tanpa berani mencobanya sendiri.

Karakter E adalah tipe orang yang tidak mudah percaya dengan sesuatu, sebelum mereka mencobanya sendiri. Mereka juga berani menentang arus dan menanggung resiko asalkan bisa mencapai keinginan mereka.Pisang dalam cerita di atas menggambarkan impian kita. Setiap orang dalam hidup ini mempunyai impian yang tinggi tentang masa depannya.

Namun sayangnya, banyak sekali hal-hal yang terjadi di sekitar kita, yang menyebabkan impian kita terkubur. Orang-orang dengan karakter ABCD akan mengatakan kepada kita hal-hal seperti ini, "Sudahlah, jangan melakukan pekerjaan yang sia-sia seperti itu. Percuma. Saya dulu sudah pernah melakukannya berkali-kali dan gagal. Sebagai seorang teman yang baik, saya tidak mau kamu gagal seperti saya," atau mungkin kalimat, "Kamu mau gagal seperti si X? lebih baik lakukan sesuatu yang pasti-pasti saja."Bukankah hal-hal seperti itu yang sering kita dengar sehari-hari? Orang dengan karakter E akan selalu berpikir optimis dalam menjalankan sesuatu.

"Kalaupun orang lain gagal melakukan sesuatu, belum tentu saya juga akan gagal" adalah kekuatan yang selalu memompa motivasinya. Dan kegagalan orang lain dapat dipelajari dan dijadikan batu loncatan untuk melangkah lebih baik, bukannya dijadikan suatu ketakutan.Nah, saya akan memberikan satu ilustrasi lagi. Saya akan membawa Anda ke tahun 70-an. Apa yang akan Anda lakukan, bila suatu hari ada seorang mahasiswa bercelana jeans, kacamata tebal, bertampang culun, bajunya lusuh, datang menemui Anda dan berkata "Saya punya suatu produk yang bagus, tapi saya tidak punya modal. Mau nggak pinjamin saya modal 100 dollar ?

Kalau produk ini sukses, kita berdua bakal jadi orang paling kaya di dunia lho".Hampir semua akan menghina dan mentertawakan mahasiswa tsb, bahkan mungkin menganggapnya gila.Berapa orang yang akan menjawab "Wow, bagus sekali, coba jelaskan apa rencana Anda, agar kita bisa sama-sama kaya ?" Mungkin satu orang di antara sejuta, mungkin juga tidak ada. Bagaimana kalau saya katakan bahwa mahasiswa tersebut adalah Bill Gates, yang kini sudah mencapai impiannya menjadi orang terkaya di dunia? Bukankah itu dulu yang dilakukan Bill Gates pada awal karirnya ?Dikelilingi orang tipe ABCD, ditolak, dilecehkan, dan berbagai macam hinaan lainnya. Untungnya, Bill Gates termasuk orang dengan karakter E. Dan dengan pengorbanan dan kerja keras, dia berhasil meraih impiannya.(resonansi Suara Merdeka)

Selasa, 14 April 2009

Cerita Sang Tikus

Seekor tikus mengintip di balik celah di tembok untuk mengamati sang petani dan isterinya, saat membuka sebuah bungkusan. Ada makanan pikirnya? Tapi, dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan; "Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus di dalam rumah!"
Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruki tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, "Ya maafkan aku Pak Tikus. Aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak ada masalahnya. Jadi jangan buat aku sakit kepala-lah."

Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing. Katanya, "Ada perangkap tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus di rumah!"
"Wah, aku menyesal dengar khabar ini," si kambing menghibur dengan penuh simpati, "Tetapi tak ada sesuatu pun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu sentiasa ada dalam doadoaku!" Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. "Oh? sebuah perangkap tikus? Jadi saya dalam bahaya besar ya?" kata lembu itu sambil ketawa, berleleran liur.

Jadi tikus itu kembalilah ke rumah, dengan kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian. Ia merasa sungguh-sungguh sendiri.

Malam tiba, dan terdengar suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsa. Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.
Si istri kembali ke rumah dengan tubuh menggigil, demam. Dan, sudah menjadi kebiasaan, setiap orang sakit demam, obat pertama adalah memberikan sup ayam segar yang hangat. Petani itu pun mengasah pisaunya, dan pergi ke kandang, mencari ayam untuk bahan supnya.

Tapi, bisa itu sungguh jahat, si istri tak langsung sembuh. Banyak tetangga yang datang membesuk, dan tamu pun tumpah ruah ke rumahnya. Ia pun harus menyiapkan makanan, dan terpaksa, kambing di kandang dia jadikan gulai. Tapi, itu tak cukup, bisa itu tak dapat taklukkan. Si istri mati, dan berpuluh orang datang untuk mengurus pemakaman, juga selamatan. Tak ada cara lain, lembu di kandang pun dijadikan panganan, untuk puluhan pelayat dan peserta selamatan.

Kawan, apabila kamu dengar ada seseorang yang menghadapi masalah dan kamu pikir itu tidak ada kaitannya dengan kamu, ingatlah bahwa apabila ada "perangkap tikus" di dalam rumah, seluruh "ladang pertanian'"ikut menanggung risikonya. Sikap mementingkan diri sendiri lebih banyak keburukan dari baiknya. (resonansi Suara Merdeka)

Senin, 13 April 2009

Ular Tangga

Ketika saya pulang di sebuah senja, saya masih melihatnya duduk di sana. Seorang wanita empat puluhan duduk dalam kiosnya di tepi seruas jalan di kotaku yang telah ribuan kali kulewati. Puluhan tahun yang lalu ketika usia saya masih belum genap sembilan tahun, kios itu sudah ada disana. Menjajakan majalah, koran, dan sejumlah barang kelontong.

Ketika itu mobil kami berhenti di depan kiosnya dan wanita itu datang menghampiri membawa apa yang biasanya kami inginkan, majalah Ananda dan Bobo buat saya serta majalah Tempo dan Intisari untuk ayah. Demikian terjadi sepekan sekali sepulang sekolah selama bertahun-tahun hingga tiba saatnya saya beranjak remaja dan berganti selera baca, saya tak lagi menemui wanita itu.

Sekonyong-konyong di senja itu, tatapan mata saya ke luar angkot yang tengah membawa saya pulang ke rumah, menyapu kios itu dan wanita yang sama di dalamnya. Bedanya, kali ini ia tak lagi menjajakan koran dan majalah. Hanya rokok, minuman cola, air mineral, dan sejumlah barang lain. Apakah itu semacam kemunduran perniagaan, saya tak tahu persis. Yang tampak jelas bagi sel-sel kelabu saya adalah kenyataan bahwa ia, untuk menafkahi hidupnya, masih saja duduk di tempat yang sama, setelah lewat bertahun-tahun.

Suatu sore lain dalam sebuah gerbong kereta yang saya tumpangi, saya menatap puluhan gubuk dan rumah petak di sepanjang lintasan rel yang menuju stasiun Senen. Benak saya digelayuti iba dan juga pertanyaan. Sejumlah gerobak mie ayam melintas di jendela dengan cepat. Apa yang begitu menarik dari kota ini, begitu pertanyaan saya, sehingga mereka sanggup bertahan dalam kepapaannya di tengah gemuruh Jakarta yang keras. Apakah itu nasib? Adakah nasib yang membuat Ibu penjaja koran yang tinggal di Semarang dan mereka yang tinggal di kompleks kumuh Jakarta tetap bertahan di sana?

Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.

Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai."

Saya tersadar.

Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya.

Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah. Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan. Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah-lah yang mengatur. Dan disitulah nasib. Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu.

Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah melempar dadu.
Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana. Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan permainannya.

Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga. Beda antara orang yang optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si Pesimis menemukan kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan. ("Sang Dadu" oleh Edy Pratolo)

(Sumber : Resonansi Suara Merdeka)

Rabu, 08 April 2009

Beginilah jika bersaudara

Dua orang bersaudara bekerja bersama menggarap ladang milik keluarga mereka. Yang seorang, si kakak, telah menikah, dan memiliki keluarga yang cukup besar. Si adik masih lajang, dan berencana tidak menikah. Ketika musim panen tiba, mereka selalu membagi hasil sama rata. Selalu begitu.

Pada suatu hari, si adik yang masih lajang itu berpikir, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku masih lajang dan kebutuhanku hanya sedikit." Maka, demi si kakak, setiap malam, dia akan mengambil sekarung padi miliknya, dan dengan diam-diam, meletakkan karung itu di lumbung milik kakaknya. Sekarung itu ia anggap cukuplah untuk mengurangi beban si kakak dan keluarganya.

Sementara itu, si kakak yang telah menikah pun merasa gelisah akan nasib adiknya. Ia berpikir, "Tidak adil jika kami selalu membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku punya istri dan anak-anak yang akan mampu merawatku kelak ketika tua. Sedangkan adikku, tak punya siapa-siapa, tak akan ada yang peduli jika nanti dia tua dan miskin. Ia berhak mendapatkan hasil lebih daripada aku."

Karena itu, setiap malam, secara diam-diam, ia pun mengambil sekarung padi dari lumbungnya, dan memasukkan ke lumbung mulik adik satu-satunya itu. Ia berharap, satu karung itu dapatlah mengurangi beban adiknya, kelak.

Begitulah, selama bertahun-tahun kedua bersaudara itu saling menyimpan rahasia. Sementara padi di lumbung keduanya tak pernah berubah jumlah. Sampai..., suatu malam, keduanya bertemu, ketika sedang memindahkan satu karung ke maring-masing lumbung saudaranya. Di saat itulah mereka sadar, dan saling menangis, berpelukan. Mereka tahu, dalam diam, ada cinta yang sangat dalam yang selama ini menjaga persaudaraan mereka. Ada harta, yang justru menjadi perekat cinta, bukan perusak. Demikianlah jika bersaudara. (CN02)
(Resonansi Suara Merdeka)

Mencuri Impian

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. KepAndaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menja di penari kelas dunia.

Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepuk tangan kepadanya.

Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat,dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya.

Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari. Si gadis muda bertanya, "Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah Anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari ? Saya ingin tahu pendapat Anda tentang tarian saya".

"Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit",jawab sang pakar.
Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar.Si gadis langsung berlari keluar. Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan lagi menari.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab. Si ibu bertanya, "Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan Anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga Anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah kata pun?"

"Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-2 berhenti dari dunia tari", jawab sang pakar.

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. "Ini tidak adil", seru si ibu muda. "Sikap Anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa Anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!"

Si pakar menjawab lagi dengan tenang "Tidak... Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum satu barel anggur untuk membuktikan anggur itu nikmat. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton Anda 10 menit untuk membuktikan tarian Anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan Anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap Anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi Anda sudah pergi ketika saya keluar. Dan satu hal yang perlu Anda camkan, bahwa Anda mestinya fokus pada impian Anda, bukan pada apa yang saya katakan atau saya lakukan!

"Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua, satu sisi memotivasimu, satu sisi melemahkanmu. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada seseorang yang sedang tumbuh hanya akan membuat dirinya puas pada pertumbuhannya itu. Saya justru lebih suka mengacuhkanmu agar hal itu bisa melecutmu berbuat lebih baik lagi. Tidak pantas Anda meminta pujian dari orang lain.

"Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. SeAndainya Anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini Anda sudah menjadi penari kelas dunia. Mungkin Anda sakit hati pada saat itu, tapi sakit hati itu akan segera hilang begitu Anda mengayunkan langkah berlatih kembali. Tapi, sakit hati Anda karena penyesalan ini hari, yah, tidak akan pernah hilang selamanya...."

(Resonasi Suara Merdeka)

Selasa, 07 April 2009

Memecat Pengemis

Selama ini, saya selalu menyediakan beberapa uang receh untuk berjaga-jaga kalau melewati pengemis atau ada pengemis yang menghampiri. Satu lewat, kuberi, kemudian lewat satu pengemis lagi, kuberi. Hingga persediaan receh di kantong habis, barulah aku berhenti dan menggantinya dengan kata "maaf" kepada pengemis yang ke sekian.

Tidak setiap hari saya melakukan itu, karena memang pertemuan dengan pengemis juga tidak setiap hari. Jumlahnya pun tidak besar, hanya seribu rupiah atau bahkan lima ratus rupiah, tergantung persediaan.

Sahabat saya, Diding, punya cara lain. Awalnya saya merasa bahwa dia pelit karena saya tidak pernah melihatnya memberikan receh kepada pengemis. Padahal kalau kutaksir, gajinya lebih besar dari gajiku. Bahkan mungkin gajiku itu besarnya hanya setengah dari gajinya. Tapi setelah apa yang saya lihat sewaktu kami sama-sama berteduh kehujanan di Pasar Minggu, anggapan saya itu ternyata salah.

Seorang ibu setengah baya sambil menggendong anaknya menghampiri kami seraya menengadahkan tangan. Tangan saya yang sudah berancang-ancang mengeluarkan receh ditahannya. Kemudian Diding mengeluarkan dua lembar uang dari sakunya, satu lembar seribu rupiah, satu lembar lagi seratus ribu rupiah. Sementara si ibu tadi ternganga entah apa yang ada di pikirannya sambil memperhatikan dua lembar uang itu.

"Ibu kalau saya kasih pilihan mau pilih yang mana, yang seribu rupiah atau yang seratus ribu?" tanya Diding

Sudah barang tentu, siapa pun orangnya pasti akan memilih yang lebih besar. Termasuk ibu tadi yang serta merta menunjuk uang seratus ribu.

"Kalau ibu pilih yang seribu rupiah, tidak harus dikembalikan. Tapi kalau ibu pilih yang seratus ribu, saya tidak memberikannya secara cuma-cuma. Ibu harus mengembalikannya dalam waktu yang kita tentukan, bagaimana?" terang Diding.

Agak lama waktu yang dibutuhkan ibu itu untuk menjawabnya. Terlihat ia masih nampak bingung dengan maksud sahabat saya itu. Dan, "Maksudnya... yang seratus ribu itu hanya pinjaman?"

"Betul Bu, itu hanya pinjaman. Maksud saya begini, kalau saya berikan seribu rupiah ini untuk ibu, paling lama satu jam mungkin sudah habis. Tapi saya akan meminjamkan uang seratus ribu ini untuk ibu agar esok hari dan seterusnya ibu tak perlu meminta-minta lagi," katanya.

Selanjutnya Diding menjelaskan bahwa ia lebih baik memberikan pinjaman uang untuk modal bagi seseorang agar terlepas dari kebiasaannya meminta-minta. Seperti ibu itu, yang ternyata memiliki kemampuan membuat gado-gado. Di rumahnya ia masih memiliki beberapa perangkat untuk berjualan gado-gado, seperti cobek, piring, gelas, meja dan lain-lain.

Setelah mencapai kesepakatan, akhirnya kami bersama-sama ke rumah ibu tadi yang tidak terlalu jauh dari tempat kami berteduh. Hujan sudah reda, dan kami mendapati lingkungan rumahnya yang lumayan ramai. Cocok untuk berdagang gado-gado, pikirku.

***

Diding sering menyempatkan diri untuk mengunjungi penjual gado-gado itu. Selain untuk mengisi perutnya --dengan tetap membayar-- ia juga berkesempatan untuk memberikan masukan bagi kelancaran usaha ibu penjual gado-gado itu.

Belum tiga bulan dari waktu yang disepakati untuk mengembalikan uang pinjaman itu, dua hari lalu saat Diding kembali mengunjungi penjual gado-gado. Dengan air mata yang tak bisa lagi tertahan, ibu penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjaman itu ke Diding. "Terima kasih, Nak. Kamu telah mengangkat ibu menjadi orang yang lebih terhormat."

Diding mengaku selalu menitikkan air mata jika mendapati orang yang dibantunya sukses. Meski tak jarang ia harus kehilangan uang itu karena orang yang dibantunya gagal atau tak bertanggung jawab. Menurutnya, itu sudah resiko. Tapi setidaknya, setelah ibu penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjamannya berarti akan ada satu orang lagi yang bisa ia bantu. Dan akan ada satu lagi yang berhenti meminta-minta.

Ding, inginnya saya menirumu. Semoga bisa ya.

(sumber: resonansi suaramerdekaonline)

Kebahagiaan seekor burung adalah kebebasan

Bebas kapan saja ia mau terbang, bebas kemana ia mau menuju. Jika ada lagu yang menggambarkan penderitaan si burung meski diberikan sangkar yang yang terbuat dari emas, sangatlah tepat, karena makna kebahagiaan bagi seekor burung, bukanlah emas maupun permata, tetapi TERBANG bebas ke angkasa.

Namun burung tidak akan bias terbang jika kedua sayapnya patah ataupun mengalami cedera. Menjaga sayap adalah keharusan baginya agar ia bisa terus mewujudkan keinginannya untuk menjelajahi dunia dan meraih mimpi- mimpinya.

Kitapun menginginkan hal yang sama dengan si burung tadi, meski esensinya berbeda. Keinginan untuk mewujudkan mimpi- mimpi kita, untuk menjadi sukses, kaya, punya keluarga yang menyenangkan, bahagia taat beribadah, dan di akhirat masuk surga serta mendapatkan ridho Allah SWT.

Mewujudkan hal itu tidaklah mustahil meski mungkin harus penuh perjuangan. Seperti halnya burung yang akan menjelajah angkasa dituntut mempersiapkan segalanya, mulai dari pengenalan medan, kesiapan fisik dan mental, memahami musuh yang akan mengancam jiwanya, teman seperjalanan yang mukin mengasyikkan atau justru sebaliknya, logistic tempat ia mendarat untuk mencari sarapan, makan siang dan makan malam, pohan dan gua yang aman untuk beristirahat, serta tujuan akhir dimana ia akan beristri dan akan memiliki banyak keturunan, lalu ia pun siap- siap untuk meninggalkan dunia ini dan akan mati.

Sebagai manusia dan makhluk yang dijadikan sempurna oleh Allah SWT. Potensi akal dan naluri yang ada pada diri kita mengajarkan tentang semua hal yang berkaitan dengan kesuksesan dan kebahagiaan.

Kita juga harus mempersiapkan bekal fisik dan mental. Fisik dan mental yang kuat sangat diperlukan dalam menggapai kesuksesan hidup, karena kesuksesan bukanlah hadiah dari seseorang melainkan buah dari pekerjaan panjang yang kita lakukan. Jika kondisi fisik terlebih mental kita gampang nge-drop, akan sangat sulit untuk berkompetisi dengan waktu.

Qowwiyul Jism atau kuatnya fisik akan menunjang aktifitas dan kegiatan yang diagendakan dalam menuju kesuksesan. Karena waktu yang tersedia tidak memadai dengan se’abrek’ kegiatan yang ada. Sementara mentalitas atau Irodatul Qowwiyah merupakan bahan bakar utama yang menstimulasi fisik untuk bertindak, berbuat dan mewujudkan impian – impian yang ada.

Pemahaman akan kompetitor yang sehat atau tidak, merupakan sebuah keharusan agar kita semaki kreatif dan mawas diri. Berkreasi dalam melahirkan ide –ide yang segar, tindakan yang benar dan juga sesuatu yang berbeda dari sesuatu yang sudah ada. Sementara mawas diri, merupakan self cotrolling agar kita lebih berhati – hati dalam berfikir, bersikap dan bertindak, karena kecerobohan akan mengantarkan pelakunya kepada jurang kegagalan.

Carilah partner atau teman yang baik dalam menjalani kehidupan, karena keberadaan mereka akan memberikan suasana segar dan meringankan sedikit beban yang kita hadapi. Karena teman yang baik bisa menjadi tempat berbagi cerita, penghibur dikala duka dan motivator saat semangat menjadi ‘kendor’.

Bayangan tentang kebaikan seorang teman merupakan obat mujarap untuk mengatasi kelesuan, terkadang hanya memandangi fotonya kita memperoleh energi yang luar biasa. Barang kali sesekali kita meluangkan waktu untuk liburan bareng, pulang ke kampong halaman misalnya, mungkin dengan cara itu ikatan batin akan menjadi lebih kuat dan abadi.

Masalah pasti ada, namun jika masing – masing selalu berfikir positif, insya Allah semua akan bisa diatasi dengan baik.

Menggapai sukses, berarti juga mempunyai bekal, dan bekal itu ada dua, Dzahir dan Bathin. Bahkan Imam syafi’i mengatakan diantara syarat menuntut ilmu adalah Zaka’un wa Dirhamun. Kecerdasan dan juga modal. Artinya sukses tidak cukup dengan memiliki mimpi. Ia harus ditopang dengan modal, seberapapun itu.

Tetapi jangan khawatir dengan ‘permodalan’. Biasanya konsep yang jelas, semangat yang kokoh, serta kemauan yang keras dan tidak lupa berdo’a serta menggunakan energi ilahiah sebagai medan magnet kesuksesan, akan memancing para investor untuk melakukan kerja sama kepada kita dalam menggoalkan maksud dan tujuan yang sama, yakni sama – sama untung dan sama – sama memperoleh keberkahan hidup.

Istri dan keluarga adalah faktor utama yang menunjang kesuksesan. Untuk itu siapapun kita – untuk sukses – harus menjaga intensitas komunikasi yang sehat dengan keluarga.

Tidak boleh diabaikan, senyuman kecil istri di pagi hari adalah gelombang elektrik yang menyalakan mesin kehidupan kita selama 12 jam di kantor ataupun di luar rumah, tapi senyuman itu teramat mahal untuk kita dapatkan jika komunikasi dengannya tidak berjalan baik.

Kehidupan yang bahagia di dalam rumah dengan sendirinya membias dalam kehidupan di luarnya. Rasa percaya diri akan muncul, wibawa, dan tidak di pandang sebelah mata, karena memang kita dihargai dan mampu menghargai orang lain, sebabnya sederhana karena ada cinta istri dan keluarga yang selalu menemani di mana pun kita berada.

Dian tersenyum gembira. Selama ini yang ada diwajahnya hanyalah kesusahan. Ia seorang karyawan yang di PHK dengan pesangon yang tidak seberapa. Santi seorang istri yang sabar. Ia selalu memberikan motivasi kepada Dian bahwa PHK bukan berarti akhir dari kehidupannya. Santi mengajak Dian untuk membuka lapangan usaha kecil – kecilan dengan sisa gaji dan pesangon yang ada.

Semula Dian bingung usaha apa yang bisa dia lakukan. Santi mengatakan bahwa selama ini suaminya telah dikenal semua teman dan tetangganya, paling enak kalo masak nasi goreng, “Kenapa ayah tidak mencobanya!” ucap Santi memberikan dukungan kepada Dian.

Akhirnya diapun mencoba mulai usaha berdagang nasi goreng, ia cari pangkalan yang cukup strategis, ditemani dengan Santi ia membuka usahanya. Kegigihan Santi dan senyuman yang senantiasa terlihat di wajahnya memberikan semangat yang luar biasa kepada Dian.

Hanya dalam waktu satu setengah tahun Dian sudah memiliki 5 karyawan dengan 3 pangkalan baru sebagi cabang nasi goreng miliknya. Kini Dian bisa menikmati jadi pengusaha nasi goreng. “Terimakasih Santi, istri, sahabat, sekaligus orang yang mendorongku mendapatkan sukses seperti ini.” Ujarnya bahagia.

Dian dan Santi adalah gambaran manusia – manusia bermental satria yang berjuang dengan gagah, tanpa lelah, tanpa kata menyerah. Dalam kamus mereka hanyalah berbuat dengan benar.

Kamis, 26 Maret 2009

Ulat Bulu

Ulat Bulu . .. mungkin bagi kita adalah seekor binatang yang amat menjijikkan. Bahkan tak sedikit orang yang taku t, karena memang bulu bulunya beracun, yang apabila kena kulit akan berakibat gatal-gatal. Dan memang dengan cara demikianlah ulat bulu yang tegolong binatang tanpa tulang belakang dan sangat lunak itu mempertahankan hidupnya dari segala ancaman.

Namun, kalau kita perhatikan siklus hidup ulat bulu... masa hidupnya tidaklah lama...Karena beberapa minggu kemudian, setelah makan daun atau bunga.. sang ulat bulu kemudian membalut dirinya dengan kain kasa yang tebal hingga... terbentuklah sebuah kepompong...

Dan sangat menakjubkan... setelah beberapa lama ketika ulat bulu keluar dari kepompongnya... wujudnya telah berubah menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah..Bentuknyapun sangat lain dari wujud semulanya..Ulat Bulu yang telah berbentuk kupu-kupu.. terbang kesana kemari memancarkan aura keindahan warna yang sangat menyedapkan pandangan mata...Padahal sebelumnya ia hanya bisa merayap, makan... dan terus makan...

Disisi lain... sang pohon yang merupakan tempat dimana ulat bulu hidup...sebagai induk semang koloni ulat bulu itu... seakan akan tiada pernah mengeluh... ia merelakan dirinya menjadi santapan utama bagi ulat bulu.. dan bahkan tidak sedikit dahan dan ranting...digunakan sang ulat sebagai sarang hingga daunnya digulung menjadi selimut panjang pada fase kepompong...

Namun begitu....., saat ulat bulu telah berubah menjadi seekor kupu-kupu... dapat kita perhatikan... sang kupu-kupu tak henti-hentinya selalu hinggap dari bunga satu ke bunga yang lainnya.. menari nari.. diatas serbuk sari bunga yang mulai mekar...merekah dengan bau yang sedap mengalun madu..

Kenapa kupu kupu melakukan tarian dinamis dan romantis itu....? ternyata... itulah tanda terimakasih sang kupu untuk membalas segala nikamat makanan dan tumpangan hidup yang selama ini ia rasakan dari sang pohon semasa menjadi ulat dan kepompong. Tarian dinamis itu, membawa serbuk sari jantan dan membuakannya ke serbuk sari betina yang ia sebar ke seluruh bunga... Dengan menjadi perantara serbuk sari untuk membuahi bunga betina hingga tumbuh benih buah yang sangat diinginkan manusia, dan sang pohon bisa meregenerasi... dan itulah bentuk balas budi sang ulat bulu...

Sahabat....
Semasa baru lahir hingga remaja... kita senantiasa bergelayut dan meminta makan, minum serta menumpang perlindungan pada orang tua kita.. Tanpa pamrih keduanya memberikan segala kasih sayang dan perlindungan pada diri kita, sebagaimana sang ulat bulu yang terus menerus meminta pada sang pohon.

Disaat bayi... kita sangat lemah bahkan kulit terasa gembur dan rentan terhadap penyakit.. namun berkat selimut perlindungan dan bimbingan orang tua kita..kini kita dapat merangkak pelan namun pasti, bahkan akhirnya dapat berlari kesana kemari... berkarier... menyandang gelar Insinyur... doktor... dan sederet titel .... menjadi seorang pejabat.....Namun aneh.... kita kadang tidak bisa berbuat seperti kupu-kupu... yang berusaha membalas segala jasa penolong utama kita..Tapi justru.. seringkali masa bodoh...melakukan sikap kamuflase didepan orang tua...berkata ah... orang tua ketinggalan jaman...kurang gaul... dan kalimat-kalimat lain yang kurang pantas disebut... atau bahkan tidak jarang 'membuang" orang tua dalam asuhan panti jompo.

Sahabat...
Jika ulat bulu yang 'menjijikkan' saja mampu membalas budi terhadap pohon sang pelindung... kenapa kita tidak... Apakah karena faktor 'gengsi' dan kepentingan dunia yang jauh dari syariat... menghalangi kita untuk 'bermetamorfosa' menjadi hidup yang lebih dekat dengan Tuhan....Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan menyayangi orang tua kita... Amiin

Kamis, 19 Maret 2009

BERAPA LAMA KITA DIKUBUR ?

Awan sedikit mendung, ketika kaki kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan menyeberangi kawasan lampu merah Karet.

Baju merahnya yg Kebesaran melambai Lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang Es krim sambil sesekali mengangkatnya ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram Ikatan sabuk celana ayahnya.

Yani dan Ayahnya memasuki wilayah pemakaman umum Karet, berputar sejenak ke kanan & kemudian duduk Di atas seonggok nisan "Hj Rajawali binti Muhammad 19-10-1915: 20- 01-1965"

"Nak, ini kubur nenekmu mari Kita berdo'a untuk nenekmu" Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya yg mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo'a untuk Neneknya...

"Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya Yah." Ayahnya mengangguk sembari tersenyum, sembari memandang pusara Ibu-nya.

"Hmm, berarti nenek sudah meninggal 42 tahun ya Yah..." Kata Yani berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. "Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 42 tahun ... "

Yani memutar kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana . Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut "Muhammad Zaini: 19-02-1882 : 30-01-1910"

"Hmm.. Kalau yang itu sudah meninggal 106 tahun yang lalu ya Yah", jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengelus kepala anak satu-satunya. "Memangnya kenapa ndhuk ?" kata sang ayah menatap teduh mata anaknya. "Hmmm, ayah khan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu di kubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa dineraka" kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. "Iya kan yah?"

Ayahnya tersenyum, "Lalu?"
"Iya .. Kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 42 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 42 tahun nenek senang dikubur .... Ya nggak yah?" mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada Ayahnya pendapatnya.

Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas ..... "Iya nak, kamu pintar," kata ayahnya pendek.

Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah Di atas sajadahnya, memikirkan apa yang dikatakan anaknya... 42 tahun hingga sekarang... kalau kiamat datang 100 tahun lagi...142 tahun disiksa .. atau bahagia dikubur .... Lalu Ia menunduk ... Meneteskan air mata...

Kalau Ia meninggal .. Lalu banyak dosanya ...lalu kiamat masih 1000 tahun lagi berarti Ia akan disiksa 1000 tahun?
Innalillaahi WA inna ilaihi rooji'un .... Air matanya semakin banyak menetes, sanggupkah ia selama itu disiksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan, kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu ia akan disiksa di kubur. Lalu setelah dikubur? Bukankah Akan lebih parah lagi?
Tahankah? padahal melihat adegan preman dipukuli massa ditelevisi kemarin ia sudah tak tahan?

Ya Allah... Ia semakin menunduk, tangannya terangkat, keatas bahunya naik turun tak teratur.... air matanya semakin membanjiri jenggotnya

Allahumma as aluka khusnul khootimah.. berulang Kali di bacanya DOA itu hingga suaranya serak ... Dan ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.

Dihampirinya Yani yang tertidur di atas dipan Bambu. Di betulkannya selimutnya. Yani terus tertidur.... tanpa tahu, betapa sang bapak sangat berterima kasih padanya karena telah menyadarkannya arti sebuah kehidupan... Dan apa yang akan datang di depannya...

"Yaa Allah, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan dihatiku..."

(sumber: kiriman dari seorang sahabat)

Selasa, 17 Maret 2009

Budaya Perayaan Ulang Tahun


Pengaruh akulturasi budaya yang begitu cepat merupakan sesuatu yang tidak bisa kita hindari di era globalisasi ini. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi memberi pengaruh luas dalam kehidupan sehari-hari, bahkan merombak sistem sosial. Globalisasi ekonomi dan budaya berpengaruh pada penciptaan kultur yang homogen yang mengarah pada penyeragaman selera, konsumsi, gaya hidup, nilai, identitas, dan kepentingan individu. Sebagai produk modernitas, globalisasi tidak hanya memperkenalkan masyarakat di pelosok dunia akan
kemajuan dan kecanggihan sains dan teknologi serta prestasi lain seperti instrumen dan institusi modern hasil capaian peradaban Barat sebagai dimensi institusional modernitas, tetapi juga mengintrodusir dimensi budaya modernitas, seperti nilai-nilai demokrasi, pluralisme, toleransi, dan hak-hak asasi manusia. Banyak hasil akulturasi budaya yang kemudian mempengaruhi kehidupan kita. Salah satunya adalah budaya perayaan ulang tahun.

Saat ini perayaan ulang tahun telah menjadi tradisi yang begitu melekat dalam masyarakat kita. Bukan hanya perayaan ulang tahun seseorang saja yang sekarang ini dirayakan, ulang tahun pernikahan, ulang tahun lembaga pendidikan, ulang tahun perusahaan, ulang tahun institusi atau badan tertentu, ulang tahun kota, bahkan ulang tahun kemerdekaan semuanya diperingati. Berbagai bentuk acara dilaksanakan dalam tradisi perayaan ulang tahun ini, mulai dari tiup lilin, memotong nasi tumpeng, memotong kue ulang tahun, lomba-lomba, pesta-pesta, dan lain sebagainya.

Dalam Islam, hukum merayakan ulang tahun tidak ditemukan di dalam nash, baik yang secara langsung melarang dan juga menganjurkannya. Kita tidak menemukan riwayat yang menceritakan bahwa setiap tanggal kelahiran Rasulullah SAW, beliau merayakannya atau sekedar mengingat-ingatnya. Begitu juga para shahabat, tabiin dan para ulama salafusshalih. Kita juga tidak pernah dengar misalnya Imam Syafi’i merayakan ulang tahun lalu potong kue dan tiup lilin.

Namun, kita pun tidak bisa main vonis bahwa segala bentuk fenomena masyarakat yang tidak ada contohnya di zaman nabi menjadi haram hukumnya. Mengingat di dalam kaidah fiqih, kita justru mendapat ketentuan yang sebaliknya. Kaidah itu sangat terkenal dan menjadi ukuran dalam mengeluarkan fatwa hukum yakni al-Ashlu fil asya’ al-ibahah (Hukum dasar segala sesuatu adalah boleh). Khususnya dalam masalah sosial kemasyarakatan, atau masalah budaya, atau kebiasaan yang berkembang di suatu masyarakat, atau masalah muamalat dan seterusnya.

Hukumnya dasarnya adalah boleh, halal dan tidak ada larangan. kecuali apa yang ditentukan keharamannya secara pasti oleh nash-nash yang shahih dan sharih (accurate texts and clear statements). Yang dimaksud shahih artinya sanad riwayatnya bisa diterima secara kaidah hukum kritik hadits. Sedangkan sharih artinya larangan itu bersifat tegas, eksplisit serta jelas-jelas menyebutkan bentuk perbuatan yang diharamkan. Bukan sesuatu yang masih bersifat multi tafsir atau bisa ditafsirkan ke sana kemari. Maka, jika tidak ada nash seperti itu, hukumnya kembali kepada dasarnya, yakni istishab hukmil ashl. Prinsip inilah yang bisa dipakai dalam menentukan hukum segala sesuatu selain ibadah dan akidah.

Kaidah hukum itu berdasarkan ayat-ayat yang jelas sharih. Firman Allah, "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu ."(Q.S. Al-Baqarah:29).

Demikian pula dalam surat Al-Jatsiyah: 13 dan Luqman: 20. Inilah bentuk rahmat Allah kepada
umat manusia dengan berlakunya syariat yang memperluas wilayah halal dan mempersempit wilayah haram, seperti ditegaskan oleh Nabi saw., "Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka ia adalah halal (hukumnya) dan apa yang Dia haramkan, maka (hukumnya) haram. Sedang apa yang Dia diamkan, maka ia adalah suatu yang dimaafkan.

Maka terimalah pemaafan-Nya, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu."(H.R. Hakim & Bazzar). Rasulullah juga bersabda, "Sesuatu yang halal itu adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya; dan sesuatu yang haram itu adalah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya; dan apa yang Allah diamkan (tidak sebutkan) berarti termasuk apa yang dimaafkan (dibolehkan) untuk kamu."(H.R.Tirmidzi dan Ibnu Majah). Bahkan Rasulullah saw. melarang kita mencari-cari alasan untuk mempersoalkan sesuatu yang Allah sengaja diamkan. Beliau
bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa hal fardhu, maka jangan kamu abaikan; dan telah menggariskan beberapa batasan, maka jangan kamu langgar; dan telah mengharamkan beberapa hal, maka jangan kamu terjang; serta telah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat bagi kamu tanpa unsur kelupaan, maka jangan kamu permasalahkan."(H.R. Dar al-Quthni).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa perayaan ulang tahun sesungguhnya merupakan tradisi yang ada dalam masyarakat akibat gencarnya arus globalisasi yang telah terjadi belakangan ini. Perayaan ulang tahun ini sesungguhnya tidak pernah disunnahkan untuk
dirayakan. Karena itu hukumnya tidak pernah sampai kepada sunnah apalagi wajib. Kalau pun didasarkan pada tradisi, maka paling tinggi hukumnya mubah. Namun bila memberatkan bahkan menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat apalagi mengandung hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Seperti, alkohol (baca: khamar), zina, maksiat, serta hal-hal yang memang secara prinsipil telah ditegaskan keharamannya oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. maka hukumnya menjadi haram.

Jika akhirnya harus ada perayaan ulang tahun, maka sebaiknya harus memiliki tendensi pesan berupa rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan pada kita. Tetapi jika dalam pelaksanaannya perayaan ulang tahun ini lebih kepada hal yang bersifat hura-hura dan mubadzir, maka hal demikian menurut saya adalah kesalahan memaknai rasa syukur kepada Allah. Cara yang paling tepat untuk bersyukur adalah mengundang kaum dhuafa / fakir miskin serta berdoa bersama atas segala nikmat lahir, bathin yang Allah SWT. berikan, ini yang lebih bermanfaat secara syariat. Selain itu, ulang tahun bisa juga dirayakan dengan melakukan muhasabah dan refleksi terhadap umur yang telah Allah berikan, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu dengan kebaikan-kebaikan di masa yang akan datang.

Jadi yang paling penting dalam menyikapi sesuatu adalah esensi niat dan praktek secara benar dari amaliah yang kita lakukan sehingga pelaksanaannya tidak menyimpang dari yang disyariatkan serta bernilai Ibadah dihadapan Allah SWT. Wallahu a’lam bisshowab.

Tak Sudah-Sudah

Ketika mendengar Syair Lagu ini ... kok menggelitik hati untuk mengabadikan dicatatanku...
yok kita baca dan dengar sama-sama, syair dari Kiai Kanjeng nya Cak Nun

Tak Sudah-Sudah

Ketika belum - Kepingin sudah
Ketika sudah - Kepingin tambah
Sesudah ditambahi - Kepingin lagi
Kepingin lagi - Lagi dan lagi

Kita berlari - memperbudak diri
Tuhan mengajarkan - yang cukupan saja
Tapi kita Tak - pernah krasan
Karena kekurangan - maunya berlebihan

Rasa kurang - tak berpenghabisan
Kepada dunia - tak pernah kenyang
Itulah api - yang menghanguskan
Itulah nafsu - Lambang kebodohan

Hanya pada Tuhan - Kita slalu kurang
Hati belingsatan - Kangen tak karuan

Kepada cinta-Mu - Aku kelaparan
Apapun ongkosnya - Kubayar sukarela

Tak sudah - sudah
Kok belum saja
Kok terus saja



Apakah sifat manusia memang seperti itu....
Hanya kita dan tuhan yang mampu menjawabnya......

Senin, 16 Maret 2009

Jangan Bersedih

Tidak ada orang yang tidak pernah bersedih di dunia ini. Kesedihan itu nampaknya sangat dekat dengan kehidupan yang fanah ini. Kita bersedih mungkin masalah anak kita. Kita bersedih karena masalah harta kita, ada yang hilang atau rusak. Kita juga bersedih karena kematian anggota keluarga kita, sang kekasih, suami istri, anak, orangtua, kakek/nenek dan sebagainya. Kesedihan pun sering terjadi karena ujian tidak lulus, tidak lulus ujian untuk memperoleh sertifikasi, lesen untuk drive dan sebagainya. Singkat kata kesedihan itu memang pasti kita alami.

Tetapi mungkin kita boleh bersepakat bahwa di dunia ini tidak ada yang kekal. Karena itu kesedihan itu terkadang diganti dengan kegembiraan. Sebaliknya kegembiraan akan diganti dengan kesedihan lagi. Pada saat menunggu kelahiran anak kita yang masih di dalam kandungan istri kita tegang, stress dan semua tidak enak. Pada saat berikutnya kita gembira karena anak yang ditunggu-tunggu lahir dengan selamat. Tetapi tak lama setelah itu kita pun kembali bersedih karena mertua kita, orang yang pernah melahirkan orang yang kita cintai telah mendahului kita. Begitulah kejadian dalam hidup kita ini, sampai kita tiada lagi. Tetapi sebetulnya kita tidak pantas bersedih.

Pembaca kita tidak pantas bersedih, karena kesedihan itu akan membuat harta yang tersimpan di lemari-lemari Anda yang indah, di istana-istana Anda yang megah, dan di dalam kebun-kebun Anda yang hijau itu hanya akan menambah kecemasan dan kesedihan Anda saja

Kita jangan bersedih, karena kesedihan itu akan membuat obat yang diberikan dokter, dijual di apotik, dan diagnosa seorang dokter tidak akan pernah membahagiakan diri Anda. Apalagi bila anda masih menanamkan kesedihan dalam hati, menggantungkan kesedihan di dalam kedua kelopak mata, membiarkan diri Anda untuk dimasuki kesedihan itu, dan menyusupkannya di bawah kulit, maka semuanya itu akan sia-sia.

Kita tidak perlu bersedih, karena Anda masih memiliki do’a. Anda boleh bersimpuh di depan pintu-pintu Tuhan Yang Maha Kuasa, dan Anda dapat memperoleh ketenangan di depan pintu-pintu Sang Raja Diraja. Anda juga masih memiliki waktu sepertiga akhir malam dan masih menempelkan dahi ke tanah, bersujud.

Semestinya kita tidak perlu bersedih, karena Allah telah menciptakan bumi dengan segala isinya, telah menumbuhkan taman-taman yang memberikan pemandangan indah, kebun-kebun yang berisi tumbuh-tumbuhan yang indah dan rimbun untukmu, kurma-kurma yang tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun, bintang-bintang bercahaya, hutan belantara, dan sungai-sungai.

Mengapa kita harus bersedih, karena Anda masih dapat minum air yang jernih, menghirup udara yang segar, berjalan di atas kedua kaki tanpa menggunakan alas kaki, dan Anda masih dapat tidur nyenyak pada malam hari.

Untuk itu mari kita perbanyaklah membaca istighfar agar anda menemukan jalan keluar, mendapatkan ketenangan batin, harta yang halal, dan keluarga yang shalih. Sabda Nabi: “Barang siapa yang memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar untuk setiap kecemasan dan akan membukakan pintu keluar dari setiap kesempitan”

Rujukan dari Laa tahzan, Dr. Aidh alqarny


Sebuah syair dari Emha:

jangan bersedih duhai kekasih
daku pahami hatimu yang perih
hadapilah dengan jernih
berhentilah merintih-rintih
pandangilah luasnya bumi
serta cerahnya matahari
Tuhan selalu merahmati
burung pun turun menari-nari

kukagumi paras cantikmu
kurasakan tulus hatimu
awan yang gelap akan berlalu
langit hidupmu cerah membiru

la tahzanu ya habibii
inni syahid bil mihnati
la tahzanu ya habibi
inni syahid bil mihnati
ajaluna mahdudati
wa liqauna fil jannati
ajaluna mahdudati
wa liqauna fil jannati

kukagumi paras cantikmu
kurasakan tulus hatimu
awan yang gelap akan berlalu
langit hidupmu cerah membiru

Download mp3 Jangan Bersedih

Jumat, 13 Maret 2009

Tidak Cukup Hanya Menangisi

Kehilangan memang menyakitkan. Apapun yang terlepas, baik dalam kontek pribadi atau yang lebih luas, tentu rasanya menyedihkan. Karena apa yang kita miliki lekat sebagai bagian dari hidup kita.

Sangat wajar kalau kemudia ada tangis, minimal kesedihan yang menggumpal di dada. Mungkin tangis ini bisa meringankan sebagian beban hati. Boleh jadi air matapun bisa membasahi panas hati yang terasa tak menentu. Namun tangis saja tidaklah cukup. Mesti ada tindakan lain yang kita lakukan ketika didesa kehilangan. Beberapa laternatif yang mungkin bisa menjadi solusi:

1. Ingat kembali sebab kehilangan kita

Mungki perlu waktu sejenak untuk mengais masa lalu, untuk mengetahui sebab-sebab kehilangan. apakah karena kecerobohan, atau kelalaian kita. Atau karena terlalu kuatnya sisi eksternal yang membuat kita "tidak berdaya". Terlalu banyak yang merusak daripada yang membangun. Apalagi kalau yang membangun hanya kita sendirian sementara yang merusah berjumlah seribu.
Dengan melihat sebab kehilangan, kita bisa menemukan 'obat' penawarnya. Bak seorang dokter yang sedang memeriksa pasiennya, yang mencoba mencari sebab pengganggu kesehatan, untuk memberikan obat yang sesuai.
Kalau dulu kita kehilangan karena kurang perhatian atau masih ceroboh, kini kita harus lebih waspada. Kalau kehilangan itu karena kita meletakkannya ditempat yang rawan, maka jauhi tempat itu. Jika kita harus berada ditempat itu maka kewaspadaan mesti kita lipat gandakan.


2. Bangkitkan kenangan, dimana dulu kita mendapatkan

Setiap kita pasti mempunyai kenangan yang baik. kenangan pada seseorang, kenangan pada tempat, kenangan pada suasana. Kenangan itu masih terekam dalam ingatan, bahkan mungkin sulit terhapus oleh pergantian hari.

Namun ada kalanya sebagian hidup kita terasa telah hilang. Boleh jadi kemesraan keluarga yang dulu ada kini entah kemana perginya. Maka perlu kita 'datangi' kembali tempat-tempat pertama kami kita mengukir kemesraan itu. Ini hanyalah sebagian cara untuk membangkitkan kembali kebaikan yang dulu pernah kita lakukan.

Boleh jadi dulu kita sering melakukan sholat dan puasa sunnah, namun karena kesibukan kini sulit untuk kita lakukan.

Mari kita mencoba kembali kebelakang beberapa saat, untuk membangkitkan kenangan bahwa dulu kita pernah mengukir kebaikan-kebaikan, dengan harapan, kenangan itu menjadi pemicu bangkitnya naluri kita untuk kembali berbuat kebaikan yang mungkin hampir punah.


3. Jadikan orang sekeliling kita sebagai pengontrol

Kehilangan bisa jadi muncul akibat kita tidak sanggup menjaganya. Kalau demikian adanya, tentu kita harus membuat kontrol-kontrol diri yang akan menjaga semua yang kita miliki. Kita bisa menjadikan orang-orang disekeliling kita menjadi pengontrol pagi perjalanan kita

Teman merupakan 'partner' yang semestinya bisa memberikan kontrol positif. Tanpa itu, persahabatan tidaklah banyak berarti. Dan dari mereka kita bisa mendapatkan masukan, nasehat, peringatan dan teguran. Ini semua merupakan pengawas dan penyeimbang langkah.

Selain teman, musuhpun bisa menjadi pengontrol langkah kita. Karena musuh selalu mencari kelemahan kita. Dengan demikian sebenarnya kita secara cuma-cuma sedang menuai kritik, yang boleh jadi sebagian atau keseluruhannya ternyata bernuansa positif.

Seorang ulama salaf berkata, ' kenikmatan dan orang orang iri selalu beriringan. jika ada kenikmatan disana pasti ada orang yang iri. maka jika tidak ada orang yang iri kepada anda berarti anda telah kehilangan banyak kebaikan dalam hidup'

Kontrol inilah yang akan menjada kita dari kehilangan untuk kedua kalinya. Kontrol ini lah yang mengingatkan dan mencegah agar kita tidak bersedih dan menangis untuk kasus kehilangan yang sama. Jadikan teman, lawan dan catatan sejarah sebagai cermin yang bening, tempat dimana kita dapat melihat paya yang hilang dari kita

4. Cari kembali mutiara yang hilang

Tidak ada kata terlambat. karena 'mutiara' itu mungkin hanya terselip dari pandangan mata kita. Mungkin kita hanya butuh sedikit lelah fisik dan lelah hati, kemudian 'mutiara' itu akan berada ditangan kita kembali. ada rasa kebahagiaan yang tidak terlukiskan, bahkan mungkin akan lebih bahagia dibandingkan ketika kita memegangnya pertama kali.

Tiga sahabat yang dihukum karena tidak ikut perang Tambuk sangat tersiksa karena tidak disapa oleh sahabat-sahabatnya sebagai konsekwensi hukuman. Hal ini tidaklah mudah, terlebih ada tawaran musuh untuk meninggalkan sahabatnya itu dengan tawaran menggiurkan.

Karena ketaatan, tawaran tersebut di tolak, dan ketika wahyu sebagai tanda ampunan tirun, mereka seakan mendapatkan nyawa baru. Sebelum peristiwa hukuman itu, mereka sering disapa sahabatnya, dan hal ini adalah sesuatu yang biasa, namun setelah peristiwa itu, sapaan sahabat jadi sangat berarti, seakan mereka hidup kembali setelah terasing sekian lama.

5. Tawakal

Ketika kita mulai khawatir akan kehilangan sesuatu, maka segeralah berdialog kepada Allah agar dia menjaga kita dan apa-apa yang kita takutkan akan hilang.

Meminta tolong dan menggantungkan harapan kepada sesama manusia, seringkali tidak mendatangkan solusi, Bahkan bisa menyesatkan. Berpindah kepada Allah yang maha mengetahui kepada perginya yang hilang dan 'tempat menitip' yang paling amankaren apa yang kita miliki tidak mungkin rusak dan hilang.

Kamis, 12 Maret 2009

Alqur'an di Tengah Karpet

"Ibu Guru ada Qur'an, Ibu Guru akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang
anda berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya
mengambil Qur'an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?"
Murid-muridnya berpikir.
Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan
lain-lain.

Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia
ambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet .
"Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. ..
Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak anda dengan terang-terang.
..Karena tentu anda akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun
tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan
menggulung anda perlahan-lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sadar.

"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibuat pondasi yang
kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang
kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau
dimulai dgn pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan
dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu
persatu, baru rumah dihancurkan. ..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan
menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkan
anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain,
sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaran
Islam dan mengikuti cara yang mereka... Dan itulah yang mereka
inginkan." "Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang
Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita... "

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang menginjak-injak Ibu Guru?" tanya
murid- murid. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang,
misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang
tidak lagi." "Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan,
mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang
serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka
akan sadar".

Kapur dan Alat Pemadam

Seorang guru wanita sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada
murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya
ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam. Guru itu berkata, "Saya
ada satu permainan... Caranya begini, ditangan kiri saya ada kapur,
di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka
berserulah "Kapur!", jika saya angkat pemadam ini, maka katalah "Pemadam!"

Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru berganti-gantian
mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin
cepat. Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, "Baik sekarang
perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah "Pemadam!", jika
saya angkat pemadam, maka katakanlah "Kapur!". Dan diulangkan seperti
tadi, tentu saja murid-murid tadi keliru dan kikuk, dan sangat sukar
untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak
lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti.

Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Murid-murid, begitulah
kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil.
Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh kita
memaksakan kepada kita dengan berbagai cara, untuk menukarkan
sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama
mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terus
disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya
lambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat
mengikutinya. Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik dan
menukar nilai dan etika.

"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang aneh,
Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang
lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan
dan trend, hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yang
wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu
gaya hidup dan
lain lain." "Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, anda
sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan
kemaksiatan.

Selasa, 10 Maret 2009

Rasa Malu


Rasa Malu adalah perhiasan keindahan dan perhiasan kesempurnaan. Seseorang yang pemalu terhormat dalam pandangan manusia. Dia akan dihargai dan dimuliakan. Seorang Pemalu bila melihat sesuatu yang tidak ia sukai maka ia palingkan pandangannya. Apabila melihat suatu kebaikan ia segera menerima dan menyambutnya tapi jika ia melihat kejahatan (keburukan) ia menjauhinya.

Dia menolak kezaliman dan pelanggaran, dan dia selalu waspada terhadap kefasikan dan kedurhakaan.

Bila berbicara dengan orang dia seolah olah takut salah dan menjauhi semua larangan Allah.

Barang siapa yang kurang malunya maka kurang imannya dan kurang pula yang menyukainya.

Rasulullah SAW Bersabda:
"Apabila kamu tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu"

(Abdul aziz Salim Basyarahil)

Senin, 09 Maret 2009

Maafkan dan lupakan !

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENAMPAR PIPIKU.

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuat batu HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU.

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu ?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya diatas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu. Belajarlah menulis diatas pasir.

Minggu, 08 Maret 2009

Sederhana dan Berlebihan

Sikap sederhana, ternyata tidak sederhana. Sikap hidup sederhana tidak sesederhana menasehatkannya. Buktinya, meskipun dari dulu dikampanyekan, belum terlihat ada pendukungnya, kecuali dari kalangan mereka yang memang kesederhanaan sudah menjadi keniscayaan mereka

Sikap sederhana, sedang atau bersahaja adalah sikap tengah yang sangat dianjurkan oleh Islam. Kebalikannya adalah sikap berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam hal apa saja dikecam tidak hanya oleh agama.

Mulai dari makan dan minum, Allah melarang kita berlebih-lebihan. “Yaa banii Aadama khudzuu ziinatakum ‘inda kulli masjidin wakuluu wasyrabuu walaa tusrifuu, innahu laa yuhibbul musrifiin” (QS. al-A’raf 6: 31), “Wahai anak-cucu Adam, pakailah busana indahmu di setiap masjid (ketika akan shalat, thawaf, atau ibadah-ibadah yang lain); makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai mereka yang berlebih-lebihan.” Bahkan, bersedekah pun kita tidak boleh berlebih-lebihan (Baca QS. 6: 141)

Dalam surah al-Isra ayat 29, secara metaforik yang indah, Allah memberi pedoman sikap tengah-tengah yang tidak berlebihan di dalam menyikapi harta, tidak bakhil dan tidak boros. Firman-Nya:“Walaa taj’al yadaaka maghluulatan ilaa ‘unuqika walaa tabsuth-haa kullal basthi fataq’udaa maluuman mahsuuraa.” (Dan janganlah jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan terlalu membebernya, nanti kamu dicela dan menyesal).

Kita tidak boleh bakhil, berlebih-lebihan menyayangi harta dan tidak boleh tabdziir, berlebih-lebihan dalam mentasarufkan sesuatu. Tabdziir yang dilarang dan pelakunya disebut sebagai ‘kawan-kawannya para setan’ (QS. 17: 27), biasanya hanya diartikan sebagai berlebih-lebihan mentasarufkan uang atau menghambur-hamburkan uang. Sehingga, sering kali kita saksikan banyak dari kalangan kaum Muslim yang dalam hal uang tidak tabdziir, tapi tanpa sadar suka menghambur-hamburkan air ketika berwudhu, misalnya. Atau, menghambur-hamburkan energi listrik, setiap hari. (Boleh jadi, karena santernya isu krisis energi di dunia saja yang mulai menyadarkan kita akan perlunya bersikap tidak berlebih-lebihan dalam hal ini).

Dalam beragama pun, kita tidak boleh berlebih-lebihan, melampaui batas. Dalam surah al-Maidah ayat 87, Allah berfirman kepada kaum beriman: “Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tuharrimuu thayyibaati maa ahallaLlahu lakum walaa ta’taduu, innallaha laa yuhibbul mu’tadiin” (Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas).

Dalam berjuang fii sabiilillah juga demikian. “Waqaatiluu fii sabiiliLlahi alladziina yuqaatiluunakum walaa ta’taduu, innaLlaha laa yuhibbul mu’tadiin.” (QS. 2: 190) “Dan perangilah-di jalan Allah-mereka yang memerangimu dan jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas).

Demikianlah, apabila kita perhatikan firman-firman Allah dan sabda-sabda serta contoh tauladan Rasulullah SAW, jelas sekali bahwa sikap berlebih-lebihan dalam apa saja-termasuk dalam beribadah-sangat dilarang. Berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam banyak hal terbukti sering menimbulkan masalah. Menyukai dunia dan materi berlebihan telah terbukti menjerumuskan banyak kaum dalam bencana. Menyintai dan membenci orang berlebihan telah terbukti banyak menimbulkan problem kemasyarakatan.

Dari sisi lain, orang yang berlebihan, sulit dibayangkan bisa berlaku adil dan istiqamah. Dua hal yang menjadi kunci kebahagian dan kedamaian dunia akhirat.

Sumber : http://gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=10&id=843

Lencana Facebook

Motifasi

Sesuatu yang indah adalah ketika kita bisa memberi manfaat kepada orang lain....